Ketum PBNU Gus Yahya Dicopot Lewat Surat Edaran Rabu, 26/11/2025 | 16:00
KLIKRIAU.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) resmi menerbitkan surat edaran yang menyatakan Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU.
Surat edaran tersebut diteken secara elektronik oleh Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir dan Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakhir, serta merupakan tindak lanjut dari rapat harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025 di Jakarta.
Dalam risalah rapat, Syuriyah memerintahkan Gus Yahya mengundurkan diri dalam waktu tiga hari sejak keputusan diterima. Bila tenggat itu terlampaui, Syuriyah menyatakan akan memberhentikannya. Surat edaran terbaru diterbitkan setelah batas waktu tersebut lewat.
Surat itu menyebut Afifuddin Muhajir telah menyerahkan risalah rapat kepada Gus Yahya pada 21 November di kamar 209 Hotel Mercure Ancol. Meski menerima dokumen itu, Gus Yahya kemudian menyerahkannya kembali kepada Afifuddin. Pada 23 November, ia disebut telah membaca isi risalah tersebut. Berdasarkan perkembangan itu, PBNU menyatakan, “KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.”
Surat edaran juga menegaskan Gus Yahya tidak lagi memiliki wewenang menggunakan atribut maupun fasilitas Ketua Umum PBNU dan tidak dapat bertindak atas nama organisasi. Syuriyah meminta segera digelar rapat pleno untuk menindaklanjuti pergantian kepengurusan, sementara kewenangan PBNU untuk sementara berada sepenuhnya di tangan Rais Aam.
Surat edaran itu juga membuka ruang bagi Gus Yahya untuk menyampaikan keberatan. “Dapat menggunakan hak untuk mengajukan permohonan kepada Majelis Tahkim NU sesuai mekanisme Peraturan Perkumpulan Nomor 14 Tahun 2025,” demikian isi penutup edaran tersebut.
Ahmad Tajul Mafakhir membenarkan keaslian surat itu. “Memang benar surat itu dari Syuriyah PBNU,” katanya, dikutip CNN Indonesia.com.
Ia menegaskan surat tersebut bukan surat pemberhentian resmi, melainkan tindak lanjut risalah rapat.
“Risalah itu menegaskan keputusan pemegang otoritas tertinggi, Syuriyah, yang memberi waktu Gus Yahya untuk mundur atau dimundurkan setelah 3×24 jam,” ujarnya.
Menurutnya, karena tenggat terlampaui, “yang berlaku selanjutnya adalah opsi kedua,” yakni pemberhentian. Tajul menambahkan, “Tidak ada surat resmi lain terkait pemberhentian sebelum Rapat Pleno.”
Gus Yahya belum merespons surat edaran itu. Namun, dalam pernyataan sebelumnya pada 23 November, ia menegaskan rapat harian Syuriyah tidak memiliki kewenangan memecatnya.
“Rapat harian syuriyah tidak memiliki legal standing. Rapat harian syuriyah tidak berhak memberhentikan mandataris,” kata Gus Yahya usai Silaturahmi Alim Ulama di Kantor PBNU.
Sikap serupa disampaikan Ketua PBNU Savic Ali yang menilai prosedur pemberhentian telah keluar dari koridor organisasi.
“Sejauh bacaan saya atas AD/ART, Syuriyah tidak bisa memecat Ketua Umum Tanfidziyah. Harus lewat Muktamar, dalam hal ini Muktamar Luar Biasa,” kata Savic.
Ia juga menyayangkan tidak adanya forum resmi yang memberikan ruang bagi Gus Yahya untuk menjawab tuduhan atau persoalan internal. “Ada beberapa pengurus yang tahu persoalan dan siap memberi penjelasan, tapi tidak dipanggil,” ujarnya.(*)